Friday, July 29, 2011

Hitam Putih

taken from: http://free-extras.com/images/black_and_white_cats-1541.htm.

Setelah menyelesaikan logic problem brain teaser tentang Honestants and Swindlecants dan Lion and Unicorn, saya jadi teringat sebuah ungkapan klise “mana ada maling yang ngaku (maling)” –biasanya akan disambung dengan kalimat “kalo maling ngaku, penjara bisa penuh”. Kalimat tersebut seolah claim dirinya sebagai kebenaran mutlak. Maling tidak akan pernah mengatakan bahwa dirinya maling. Jika ada yang mengaku maling, maka dia bukan maling. Nah lo, benar nggak sih?

Jika mengacu pada konsep klise tersebut dan menggunakan prinsip logika sederhana, maka jawabannya benar. Dalam sebuah teka-teki, clue yang sederhana membantu kita untuk menyelesaikan permasalahan dengan lebih mudah. Masalahnya, dalam kehidupan real, apakah memang sesederhana itu?


Bohong atau Jujur Nih?
Saat memecahkan In the Court of Law, saya belajar bahwa orang yang tidak bersalah akan mengajukan pembelaan diri berdasarkan kebenaran yang diyakininya untuk mendukung ketidakbersalahan (innocence) dirinya. Akan tetapi, orang yang salah pun akan melakukan hal yang tampak serupa –mengajukan pembelaan agar tampak tidak bersalah. Jika kita dihadapkan pada kedua orang tersebut, apakah kita benar-benar bisa membedakannya?


Ada banyak teori tentang cara mendeteksi kebohongan. Seperti dengan membaca pesan nonverbal yang disampaikan orang tersebut melalui bahasa tubuh (gesture). Apakah itu mutlak benar? Saat seseorang memberikan pesan nonverbal mencurigakan, apakah dia memang benar sedang berbohong? Belum tentu. Para penipu pun mempelajari teori bahasa tubuh untuk menciptakan kesan innocent agar terbebas dari tuduhan. Sekalipun orang yang dicurigai mengirimkan pesan nonverbal mencurigakan, belum tentu dia orang yang bersalah. Dalam teori pengungkapan kebohongan yang disampaikan oleh salah seorang agen CIA yang pernah saya baca dinyatakan bahwa orang yang jujur (benar) sekalipun bisa jadi terlihat berbohong (salah). Jadi, tidak gampang untuk mengenali kebohongan seseorang. Dibutuhkan bukti-bukti untuk dapat menilai kebohongan dan kejujuran seseorang.


Maling yang Taubat
Seseorang yang pernah berbohong (dan ketahuan!) cenderung akan kehilangan kepercayaan. Semakin besar nilai kebohongan yang dilakukannya, semakin besar kepercayaan yang dihilangkannya. Sekalipun orang tersebut berusaha untuk memperbaiki kesalahan dan berupaya mengembalikan kepercayaan tersebut, hal itu tidak akan mudah. Sulit bagi seseorang yang telah dibohongi untuk memberikan kepercayaan utuh kepada orang yang telah membohonginya. Seperti kayu yang telah ditancapi paku, kemudian paku tersebut dicabut kembali. Akan tetapi, kayu itu tidak dapat kembali utuh seperti sedia kala. Akan terlihat bekas tancapan di sana. Begitu juga luka akibat kebohongan itu. Kesalahan tersebut memang bisa dimaafkan, tetapi setidaknya tidak akan dapat menghapus catatan hitam yang pernah ditorehkannya.



Bisakah Mempercayai Ex-Maling?
Orang yang pernah berbuat salah bukan berarti selalu salah. Orang yang pernah salah, kemudian menyadari kesalahannya, berkomitmen untuk memperbaiki kesalahan, dan berjanji kepada dirinya sendiri untuk tidak melakukan kesalahan yang sama, orang tersebut berhak untuk diberikan kesempatan untuk sebuah kepercayaan.

Orang yang pernah menghilangkan kepercayaan membutuhkan kepercayaan baru agar bisa membuktikan kesungguhannya untuk berubah (dapat dipercaya kembali). Jika kepercayaan baru itu tidak diberikan, maka ia tidak akan dapat membuktikan perubahannya.

Di sisi lain, orang yang pernah kehilangan kepercayaan (dibohongi) cenderung untuk membentuk pertahanan diri agar tidak dibohongi untuk kali berikutnya. Wajar saja jika ia pun bersikap lebih tegas, lebih selektif, lebih berhati-hati, dan tampak lebih mudah mencurigai orang lain (mungkin ia tidak benar-benar mencurigai, hanya lebih waspada). Tidak mudah baginya untuk memberikan kepercayaan kembali kepada orang yang jelas-jelas telah membohonginya.

Sikap kehati-hatian itu memang sangat penting. Akan tetapi, jangan sampai jatuh pada prasangka buruk. Bukan perkara gampang memberikan kepercayaan kepada orang yang pernah membohongi. Namun, menutup rapat kesempatan mereka untuk berubah dan kembali dapat dipercaya juga bukan hal yang tepat.


Hitam dan Putih
Kita juga harus menyadari bahwa tidak ada orang yang sedemikian sempurna kebaikannya hingga tak pernah berbuat salah. Juga tidak ada orang yang sedemikian sempurna keburukannya hingga tidak pernah berbuat baik. Life is about balance. (Dalam hal ini, saya sangat tertarik dengan konsep Yin dan Yang dalam filosofi Cina)


Tes Dulu
Bersikap serta-merta mempercayai kembali dengan menghapus catatan hitam seseorang memang bukan hal yang tepat (bagaimana mungkin kita bisa percaya begitu saja setelah jelas-jelas dibohongi?). Namun, menutup rapat kesempatannya untuk membuktikan kesungguhan perbaikan dirinya juga bukan hal yang tepat. Berilah orang tersebut kepercayaan baru dengan kuantitas terbatas yang cukup untuk tes pertama. Jika ternyata ia lulus, maka bisa dilanjutkan dengan kepercayaan yang lebih pada tes kedua. Demikian seterusnya hingga ia pun “layak” untuk mendapatkan kepercayaan Anda.


It’s All Yours
So, we’ve already understand the consequences of lying. Memang, seseorang tidak dapat dilabeli “hitam” atau “putih” karena pada dasarnya semua orang memiliki hitam dan putih masing-masing. Namun, itu bukan dalih bagi seseorang untuk cenderung melakukan kesalahan. Kita memang memiliki potensi hitam dan putih yang tidak bisa dihilangkan salah satunya. Akan tetapi, kita bisa mengatur warna mana yang lebih kita tonjolkan. Apapun pilihan yang kita pilih, kita juga yang akan menjalaninya. So, it’s all up to you.

0 comments: