Monday, December 14, 2009

"Kalau Saya Jadi Dia, Pasti Lebih Baik" (Yakin???)

“Kalau aku jadi dia, pasti aku bisa lakukan yang lebih baik.”
“Ah, masa gitu aja ga’ bisa?!”
“Coba aku yang di sana, semua bakalan beres deh!”

Smart readers, pernahkah kamu mendengar seseorang berkata demikian atau senada dengan hal itu? Atau kamu sendiri pernah mengalaminya? Mungkin saat terbawa emosi sewaktu menonton sinetron, reality show, pertandingan, atau saat melihat seseorang di sekitarmu?


Saya pun pernah. Uhm,… saat itu saya benar-benar merasa gemas bercampur kecewa ketika melihat seorang teman yang harus mundur dari tantangan karena takut jatuh dari ketinggian. Juga ketika menyaksikan tokoh utama di sebuah film yang memilih untuk diam dan menyebunyikan kebenaran hanya karena ditekan oleh banyak pihak. Saya pikir, jika saya berada di posisi mereka, saya dapat menangani itu semua dengan lebih baik. Mungkin saya terdengar sombong, tapi saya benar-benar yakin (saat itu) saya bisa melakukannya.
this pic was taken from http://www.istockphoto.com.

Akan tetapi, tiba-tiba saya teringat sesuatu, “Apa kamu benar-benar yakin? Kamu kan belum pernah berada di posisi itu dan menjadi dirinya yang utuh?” Uhm,…. Harus berpikir dulu sebelum saya menjawabnya.

Saat kita menyaksikan seseorang dalam suatu kondisi, lalu memberi penilaian atas tindakannya, dan berkata pada diri sendiri bahwa kita mampu bertindak lebih baik, secara tidak langsung kita telah membandingkan kemampuan orang tersebut dengan diri sendiri. Sebenarnya, saat membandingkan dua hal yang berbeda, kita tak akan pernah dapat menentukan siapa yang lebih baik dan lebih hebat dari yang lainnya karena kita tidak pernah dapat melihat keduanya secara utuh. Sehingga, yang kita nilai hanyalah pada sisi-sisi tertentu saja. Walau demikian, tetap saja secara keseluruhan kita tidak dapat menentukan siapa yang lebih dari yang lain.

Seperti membandingan kualitas dua merek obat dalam menyembuhkan suatu penyakit. Ada banyak variable control yang perlu kita perhatikan, seperti sifat fisikokimia obat, efficacy obat terhadap penyakit, efisiensi, dan efektivitas obat. Di point tertentu mungkin obat A lebih unggul, tapi di point yang lain belum tentu. Membandingkan dua orang yang berbeda tentu tidak sesederhana sample di atas karena kondisinya jauh lebih kompleks.

Saat kita membandingkan diri dengan orang lain, lalu merasa dapat melakukan yang lebih baik jika berada di posisinya, itu karena kita mendasarkan penilaian pada kapasitas dan kemampuan yang kita miliki saat ini. Kita hanya berpindah posisi, tapi tidak memosisikan diri sebagai orang tersebut. Jika kita memosisikan diri sebagai orang tersebut, kita benar-benar memiliki kapasitas dan kemampuan seperti yang ia miliki. Memiliki sifat-sifat dasar sebagaimana yang dimilikinya dan berada lingkungan seperti yang dialaminya. Jika dengan kapasitasmu sebelumnya kamu hanya butuh 1000 satuan energi untuk menyelesaikan masalah, sedangkan jika kamu menjadi dirinya kamu membutuhkan 100 kali lipat dari itu. Yang manakah yang berjuang lebih keras? Yang manakah yang lebih gigih? Yang manakah yang lebih hebat? Nah, jika demikian, apakah kita masih sanggup berkata dapat menjadi dirinya yang lebih baik?

So, jangan pernah anggap remeh, underestimate, atau apapun istilahnya, pada orang lain karena kamu pun belum tentu dapat menjadi lebih baik dari yang telah ia upayakan. “It’s not easy to be me.”

0 comments: