Uhmm… pelajaran berharga pagi ini: fear holds your movement.
Akhirnya, terealisasikan juga niat untuk (kembali) belajar bersepeda setelah 13 tahun vacuum. Rewind lagi ingatan cara belajar bersepeda waktu masih kelas 1 atau 2 SD dulu. Dulu sempat bisa, bahkan cukup mahir untuk standar anak-anak, walaupun belum pernah mencoba bersepeda di jalan raya. Saat itu sepeda memang lagi “in” di kompleks. Sejak pindah ke rumah yang baru, yang pekarangannya tidak cukup luas untuk bersepeda, ditambah lagi belum akrab dengan lingkungan baru, saya jadi malas untuk melanjutkan hobby bersepeda. Lama-kelamaan, saya jadi lupa cara bersepeda.
Menginjak junior high, sempat ada keinginan untuk kembali belajar bersepeda, tapi perasaan malu (“udah gede kok belum bisa naik sepeda, sih?”) itu lebih mendominasi sehingga keinginan itu urung direalisasikan. Makin dewasa, perasaan malu itu malah bertambah besar.
But, sejak mindset diubah, saya jadi tebal muka. Tidak terpikir untuk merasa malu karena toh tidak ada kemampuan yang dicapai tanpa belajar. Jadi, pada dasarnya, semua orang bisa melakukan apapun jika mereka bersedia untuk belajar. Dan dalam belajar, kesalahan itu dimaafkan selagi kita dapat belajar untuk menjadi lebih baik. Tidak perlu malu untuk belajar untuk alasan apapun. Tidak karena usia, tidak karena status, dan sebagainya. Bagaimanapun, kebisaan itu diawali oleh ketidakbisaan. Jika sekarang kita tidak bisa, nanti insya Allah bisa. Jangan malu karena berpikir akan ditertawakan. Toh, prasangka itu hanya perasaan negatif kita saja (orang lain belum tentu berpikiran demikian).
Jangan mengedepankan pikiran dan perasaan negatif yang akan menghalangimu pada pencapaian kualitas yang lebih tinggi!
Well, back to the story.
Cukup duduk di atas sepeda dan memanggil kembali kemampuan yang dulu pernah ada, beberapa menit kemudian berhasil juga melakukannya. Yah,.. walaupun masih sedikit kaku dan kesulitan untuk berbelok.
Ada satu poin yang saya sadari, saya merasa takut untuk jatuh sehingga gerakan yang saya lakukan pun sangat terkendali penuh waspada (nggak santai). Saya takut jatuh. Meskipun sudah berpakaian lengkap (celana panjang, long sleeves shirt, dan jilbab), tapi masih merasa belum aman. Saya takut jika terjatuh akan mendapati tangan dan kaki yang lecet dan kotor. Kulit yang lecet bisa sembuh lama karena dermatitis yang saya miliki. Saya tidak menyukainya.
Ketakutan akan jatuh itu membuat saya tidak leluasa dalam bersepeda. Alhasil, pelajaran bersepeda saya cukup terganggu. Akan tetapi, saya juga tidak ingin jatuh.
Saat ini saya berharap bukan untuk “jatuh” (yang bisa saja membuat saya benar-benar merasakannya hingga ketakutan itu hilang. Jika kita takut jatuh, saat kita benar-benar terjatuh dan merasakannya, ketakutan itu dengan sendirinya akan hilang karena kita pernah mengalaminya. Ini seperti memori antibody setelah inisiasi antigen), melain berdoa untuk sebuah keikhlasan. Keikhlasan untuk menerima bahwa dalam hidup selalu ada 2 kemungkinan. Menghindarinya berarti tidak mendapatkan apapun. Menghadapinya berarti bertaruh untuk memilih. Jika saya bisa ikhlas untuk menerima kemungkinan baik dan buruk, tidak akan ada lagi ketakutan untuk mencoba.
Today I learned…
Fear holds (freezes, exactly) your movements.
However, in life, there always be 2 possibilities. Good one and bad one. It’s like buy 1 get 2.
If you fear and decide to hold your movement, you’ll get nothing (0).
What an awesome lesson from biking.
0 comments:
Post a Comment